Kentut Dari Farji, Apakah Batal Wudhu?
Tanya ustadz, keluar angin seperti kentut dari vagina, apakah batal wudhunya???
via Tanya Ustadz for Android
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum angin yang keluar dari qubul wanita, apakah membatalkan wudhu ataukah tidak.. ada 2 pendapat di sana:
Pertama, keluar angin dari qubul wanita bisa membatalkan wudhu sebagaimana yang keluar dari dubur.
Ini merupakan pendapat Syafiiyah dan Hambali.
An-Nawawi mengatakan,
الخارج من قبل الرجل أو المرأة أو دبرهما ينقض الوضوء ، سواء كان غائطا أو بولا أو ريحا أو دودا أو قيحا أو دما أو حصاة أو غير ذلك ، ولا فرق في ذلك بين النادر والمعتاد ، ولا فرق في خروج الريح بين قبل المرأة والرجل ودبرهما ، نص عليه الشافعي رحمه الله في الأم ، واتفق عليه الأصحاب
Yang keluar dari qubul atau dubur lelaki dan wanita, menyebabkan batal wudhu. Baik bentuknya fases, air kencing, angin, cacing, nanah, darah, kerikil atau benda apapun lainnya. Tidak dibedakan antara yang sering mengalaminya atau yang jarang-jarang. Dan tidak dibedakan antara yang keluar dari qubul wanita atau lelaki atau yang keluar melalui duburnya. Demikian yang ditegaskan as-Syafii – rahimahullah – dalam al-Umm dan disepakati oleh ulama madzhab Syafiiyah. (al-Majmu’, 2/4).
Ibnu Qudamah mengatakan,
نقل صالح عن أبيه في المرأة يخرج من فرجها الريح : ما خرج من السبيلين ففيه الوضوء . وقال القاضي : خروج الريح من الذكر وقبل المرأة ينقض الوضوء
Sholeh meriwayatkan dari ayahnya – Imam Ahmad – tentang wanita yang mengeluarkan angin dari farjinya. Lalu beliau memberi kaidah, ‘Semua yang keluar dari dua dalam membatalkan wudhu.’ Al-Qadhi – Abu Ya’la al-Farra’ – bahwa keluarnya angin dari kemaluan lelaki dan qubul wanita bisa membatalkan wudhu. (al-Mughni, 1/125).
Kedua, angin yang keluar dari qubul tidak membatalkan wudhu.
Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin –Hanafiyah – dinyatkan,
لا ينقض – خروجُ ريح مِن قُبُل وَذَكر ؛ لأنه اختلاج ؛ أي ليس بريح حقيقة ، ولو كان ريحا فليست بمنبعثة عن محل النجاسة فلا تنقض
Tidak membatalkan wudhu – yaitu keluarnya angin dari qubul dan kemaluan lelaki. Karena terjadi secara refleks, artinya bukan kentut yang sejatinya. Jikapun yang keluar adalah angin, itu tidak muncul dari tempat fases, sehingga tidak membatalkan wudhu. (Rad al-Muhtar, 1/136).
Selanjutnya, dalam as-Syarh al-Kabir – Malikiyah – dinyatakan,
إذا خرج الخارج المعتاد من غير المخرجين ، كما إذا خرج من الفم ، أو خرج بول من دبر ، أو ريح من قبل، ولو قبل امرأة ، أو من ثقبة ، فإنه لا ينقض
Ketika benda umumnya keluar dari badan manusia itu keluar dari selain tempatnya, seperti keluar dari mulut atau air kencing keluar dari dubur, atau angin yang keluar qubul, termasuk qubul wanita, atau dari pori-pori, maka ini tidak membatalkan wudhu. (as-Syarh al-Kabir ma’a Hasyiyah ad-Dasuqi, 1/118).
Dari penjelasan di atas, kita bisa memahami titik perbedaan antara Syafiiyah dan Hambali, dengan Hanafiyah dan Malikiyah, dan menilai naji yang keluar dari tubuh manusia.
[1] Menurut Syafiiyah dan Hambali, yang menjadi acuan adalah tempat keluarnya (al-Makhraj). Selama benda itu keluar dari lubang kemaluan depan dan belakang, maka membatalkan wudhu. Terlepas dari apapun benda yang keluar. Bahkan termasuk darah, cacing atau kelerang yang keluar dari dubur atau qubul.
[2] Sementara menurut Hanafiyah dan Malikiyah, benda yang keluar dari tempat keluarnya (ma kharaja minal makhraj). Air kencing keluar dari jalan depan, dan fases keluar dari dubur. Namun jika keluarnya dari mulut atau darah keluar dari dubur, maka ini tidak membatalkan wudhu.
Ada satu hadis yang bisa kita jadikan sebagai acuan dalam memilih pendapat yang paling mendekati. Hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا وُضُوءَ إِلَّا مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيحٍ
Tidak ada wudhu – karena kentut – kecuali jika ada suara atau ada angin. (HR. Ahmad 10093, Turmudzi 74 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dalam hadis ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keluar angin, tanpa menyebutkan apakah dari jalan kemaluan depan atau belakang.
Karena itu, sebagai dalam rangka mengambil sikap lebih hati-hati, kita menilai bahwa pendapat yang lebih mendekati adalah pendapat Syafiiyah dan Hambali.
Jika Terus-menerus, Ada Udzur
Hanya saja, ada 2 catatan yang perlu diperhatikan,
[1] jika ini terjadi secara terus-menerus, bahkan setiap kali bergerak membungkuk atau bangkit, terkadang keluar angin dari qubul wanita, maka dalam kondisi ini dia memiliki udzur.
Syaikh Muhammad al-Mukhtar as-Syinqithi membahas masalah angin yang keluar dari qubul wanita, beliau lebih memilih pendapat yang mengatakan bahwa angin ini membatalkan wudhu. Kemudian beliau memberi catatan,
إذا أصبح مع المرأة على وجه يتعذر عليها ، أو تحصل لها المشقة والعنت ؛ فحينئذٍ تكون في حكم المستحاضة ، كما لو خرج معها الدم واسترسل في الاستحاضة ؛ فإنها تتوضأ لدخول وقت كل صلاة ، ولا تبالي بعد ذلك بخروج الريح منها، كما لو كان بها سلس الريح من الدبر
Ketika wanita mengalami kondisi yang menyebabkan dia memiliki udzur atau mengalami kesulitan untuk menghindarinya maka dalam kondisi itu dia dihukumi seperti wanita istihadhah. Sebagaimana ketika terus keluar darah pada saat istihadhah. Dia bisa berwudhu setiap kali masuk waktu shalat, selanjutnya setelah itu, dia tidak perlu pedulikan adanya angin yang keluar, sebagaimana orang yang terkena penyakit selalu kentut atau selalu beser. (Syarh Zadul Mustqnai’)
[2] Terjadi was-was sering merasa seolah ada angin yang keluar, sehingga bisa menimbulkan was-was.
Bisa jadi ini hanya gangguan setan, dan sebenarnya dia tidak keluar angin dari qubulnya. Karena itu, kondisi yang mengganggu ini dianggap tidak ada.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/31580-kentut-dari-farji-apakah-batal-wudhu.html